SEPUTARAN.ID, BANJARMASIN – Persoalan hukum menimpa The Grand Banua atau yang dikenal Hotel Aston Grand Banua kembali mengemuka, setelah salah satu pemilik Condotel mempertanyakan ke Mapolda Kalsel, beberapa waktu lalu.
Namun, pihak PT. Banua Anugerah Sejahtera (BAS) lama sebagai Pengembang Aston Banua Hotel Kalsel menyatakan pihaknya tidak bersalah dengan dasar putusan PN Martapura.
Melalui kuasa hukumnya PT. BAS dalam kasus perdata, Zainal Abidin SH mengatakan, dalam gugatan perdata No.18 di Pengadilan Negeri (PN) Martapura, diputuskan bahwa tergugat III, yakni pemegang Cessie Bank CIMB Niaga Chris Baby Kusmanto yang melakukan perbuatan melawan hukum. Sementara dalam gugatan perdata itu ada tergugat I yakni PT. BAS dan tergugat II Bank CIMB Niaga.
Kemudian berdasarkan putusan PN Martapura itu, Chris Baby Kusmanto pemegang cessie diminta menyerahkan Roya kepada PT. BAS sebagai persyaratan untuk pemecahan sertifikat condotel.
Akan tetapi, yang membuat Zainal Abidin bingung, penggugat melayangkan gugatan secara sendiri atau sudah berkoordinasi dengan Pengurus Perkumpulan Pemilik Condotel dan Penghuni Rumah Susun (PPCPR). Sebab, PT BAS juga sebagai pemilik apartemen di Aston Grand Banua.
Dia juga menyatakan, pihak PT. BAS siap melakukan pemecahan sertifikat, apabila penggugat Ahmad Fahliani melalui kuasa hukumnya Angga mengajukan eksekusi atas putusan No. 18 tersebut. Sehingga tergugat III menyerahkan segala persyaratan pemecahan sertifikat kepada PT BAS.
“Jadi PT BAS lama tidak bersalah, karena syarat pemecahan ada di tempat lain. PT. BAS baru juga siap mengikuti perintah pengadilan, asalkan penggugat yakni Ahmad Fahliani melakukan eksekusi, sehingga tergugat III harus menyerahkan persyaratan pemecahan sertifikat ke PT. BAS,” katanya.
Zainal juga memaklumi, karena kasus perdata ini masih proses di tingkat kasasi. Namun, ia mengharapkan, proses hukum secara keperdataan ini dituntaskan lebih dulu.
“Selesaikan dulu ini, kan tujuan ke pidana yang saya pahami, karena belum menerima satuan sertifikat atas rumah susun itu. Nah kalau eksekusi dilakukan, ini kan otomatis tercapai. Lalu dimana pidananya yang dilakukan HS dan EGS?,” tanyanya.
Menurut dia, pihaknya juga sudah menyurati pemegang Cessie, serta Bank CIMB Niaga untuk menyerahkan sertifikat pemilik unit yang masuk dalam agunan atau jaminan. Kemudian pihak Bank menyebutkan, bahwa tidak ada sertifikat pemilik unit yang akan dilakukan pelelangan. “Artinya tidak ada sertifikat pemilik unit yang menjadi agunan di Bank,” jelasnya.
Nah atas dasar itu, Zainal pun mempertanyakan Angga D Saputra, yang bertindak selaku kuasa PPCPR dalam kasus pidana atau kuasa hukum salah satu pemilik dalam kasus perdata.
Ia pun meminta, kuasa hukum jangan sampai menimbulkan pemahaman yang salah di masyarakat.
“Kalau mau jelaskan, jelaskan juga kasus perdatanya. Jangan menjelaskan pidana saja, lalu menyebut-nyebut PT BAS. PT BAS kan jelas, bangunannya atau unitnya ada milik PPCPR kemudian soal bagi hasil juga diberikan kepada PPCPR yang sudah ada kesepakatan,” ketusnya.
Ditambahkannya berdasarkan keterangan dan isi putusan PN Martapura, bahwa salah satu pihak PPCPR atau pemilik Condotel Aston, Ahmad Fahliani melalui kuasa hukumnya Angga telah memenangkan gugatan keperdataan tersebut.
Maka berdasarkan putusan tersebut yang dihukum PN Martapura, yang berhak memecah SHGB menjadi SHMRS nasabah condotel adalah pihak Chris Baby dan PT. BAS, bukan pihak HS dan EGS (mantan direktur PT BAS, yang kini dijadikan tersangka).
Sementara itu, salah satu kuasa pemilik Condotel H Hasbiansari, menilai langkah Angga, selaku kuasa hukum dari Ahmad Fahliani yang melakukan gugatan kepada pihak PT. BAS Baru dan Chris Baby serta BPN Kabupaten Banjar sangat bagus.
Karena dengan adanya putusan pengadilan tersebut, sudah mempunyai kepastian hukum terkait jalan keluar atas komplik yang selama ini terjadi antara PPCPR dengan pihak HS dan EGS yang sedang berproses di Polda Kalsel.
“Besar harapan saya selaku kuasa dari pemilik salah satu condotel, semoga Putusan Perdata Inkracht dan segera dilakukan eksekusi oleh PN Martapura, sehingga pemecahan SHGB No. 0452 menjadi SHMRS atas nama pemilik condotel bisa dilakukan oleh BPN Kabupaten Banjar. Semoga persoalan hukum antara PPCPR dengan HS dan EDG serta PT BAS baru selesai dengan baik tanpa ada pihak-pihak yang dirugikan,” tandasnya.
Dengan dasar eksekusi PN Martapura atas putusan No. 18 itu, lanjutnya, maka nantinya PN Martapura akan melaksanakan eksekusi atas dasar permohonan eksekusi yang diajukan pihak penggugat.
Apabila SHMRS Condotel itu bisa terbit dengan dasar perintah Pengadilan, maka tuntutan PPCPR atau pemilik unit tercapai.
“Harapan saya semua pihak yang terkait dalam persoalan ini menghormati dan melaksanakan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap,” pungkasnya. (smr)