SEPUTARAN.ID, BANJARMASIN – Dari 249 bangunan sarang walet di Banjarmasin hanya ada 10 pengelola yang taat membayar pajak.
Sehingga, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pajak dari sarang walet belum terserap secara maksimal, disamping sektor hiburan dan lainnya.
Kepala Badan Pengelola Keuangan Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) Banjarmasin Edy Wibowo menjelaskan, belum terserapnya PAD dari pajak sarang walet, dikarenakan ada beberapa kendala. Baik soal data hingga sistem penarikan.
“Usaha sarang burung walet, data yang kami miliki memang tidak valid. Padahal banyak sarang burung walet tapi data yang ada di kami tidak valid. Dan juga soal kejujuran pengusaha, karena kita tidak tahu kapan mereka panen. Saat kami cek ternyata belum, pas tidak memeriksa malah panen,” ujarnya.
Menurut dia, data pengusaha atau pengelola walet ini tidak langsung masuk ke BPKPAD Banjarmasin melainkan melalui Balai Karantina Pertanian.
Sedangkan untuk data yang masuk di Balai Karantina Pertanian bukan hanya usaha sarang burung walet yang ada di Banjarmasin, tetapi mencakup wilayah Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Kalimantan Tengah (Kalteng).
“Hal itu yang masih menjadi kendala tapi pihak kita juga sudah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang juga telah kirim surat Kementerian Pertanian untuk menyoroti hal ini dan mencari solusi,” ujarnya.
Langkah itu dilakukan BPKAD Banjarmasin, karena Edy tidak mau kehilangan potensi PAD dari pajak walet.
“Karena potensi walet itu kami lihat cukup besar, sayang kalau pajaknya tidak terserap dengan baik,” katanya.
Edy mengungkapkan, data terakhir yang dimiliki pihaknya ada 249 sarang burung walet di Banjarmasin, namun hanya 10 pengusaha yang konsisten membayar.
“Ada beberapa pengusaha yang konsisten melakukan pembayaran dan menyampaikan laporannya dengan sesuai. Artinya masih banyak potensi yang hilang, nantinya ini yang akan kita tingkatkan potensinya,” jelasnya.
Selain itu, pihaknya juga menyoroti pajak hiburan, karena masih ada yang tidak melaporkan perubahan fungsi tempat usahanya, sehingga enggan membayar pajak.
“Sebab hanya mendaftarkan pajak untuk usaha kafe saja. Misalnya, ini ada kafe yang punya kegiatan hiburan musik tapi masih pakai izin kafe saja. Padahal ini sudah masuk kategori hiburan,” cetusnya.
Ia menyatakan, BPKPAD Banjarmasin juga telah melakukan pemanggilan pada sejumlah pengusaha yang tak taat pajak, untuk memberikan laporan data dengan mencocokkan pembayaran pajak.
Edy melanjutkan, total pengawasan yang dilakukan di 2022 ada 1.323 Wajib Pajak (WP). Namun, sudah ada sebanyak 317 WP yang dipanggil ke kantor dan 14 WP dilakukan pemeriksaan.
“Saya Blberharap agar individu maupun pengusaha tetap taat mematuhi peraturan yang sudah ada untuk bayar pajak. Karena hasil dari penarikan pajak yang kami tarik itu 100 persen digunakan untuk kepentingan daerah kita baik infrastruktur maupun non infrastruktur, berupa bantuan ke panti sosial, panti asuhan dan masyarakat tidak mampu,” tukasnya. (shn/smr)