SEPUTARAN.ID, BANJARMASIN – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mewajibkan negara memberikan pendidikan dasar sembilan tahun secara gratis, mencakup dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang berlaku untuk semua jenis sekolah baik Negeri maupun swasta.
Namun, untuk sekolah gratis tersebut Banjarmasin masih menunggu petunjuk teknis (Juknis) pemerintah pusat.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Banjarmasin Ikhsan Budiman mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih menanti arahan lebih lanjut dari pemerintah pusat terkait mekanisme pelaksanaannya.
Ia menyatakan, Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin siap mendukung keputusan MK terkait pendidikan dasar gratis, baik untuk sekolah negeri maupun swasta.
“Kami sudah mengetahui dan menerima keputusan MK. Namun pemerintah pusat pasti akan mengeluarkan aturan mainnya seperti apa. Ini yang kita tunggu,” tuturnya Ikhsan, Rabu (11/6/2025).
Hanya saja, kata dia, tantangannya nanti terletak sekolah swasta. “Apakah tetap dapat beroperasi dengan baik, sementara keputusan MK juga harus dilaksanakan,” ujarnya.
Mengingat, sekolah swasta di Banjarmasin banyak bergantung pada Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP), untuk menutupi biaya operasional.
“Apakah nantinya pemerintah daerah perlu mensupport anggaran untuk sekolah swasta atau ada solusi lain, kami masih menunggu petunjuk lebih lanjut dari pusat,” ucapnya.
Diketahui, di Banjarmasin terdapat 208 SD Negeri yang berada di bawah Dinas Pendidikan (Disdik) Banjarmasin. Kemudian jumlah SD swasta hanya mencapai 52 sekolah.
“Untuk jenjang SMP, terdapat 35 SMP negeri, sementara SMP swasta mencakup jumlah yang lebih besar, termasuk beberapa yang telah mapan secara finansial dengan sistem pembiayaan mandiri,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pembinaan SD di Dinas Pendidikan Banjarmasin Ibnul Qayyim menuturkan, pihaknya siap melaksanakan kebijakan pusat.
Namun, kejelasan teknis terutama bagi sekolah swasta, masih dinantikan.
“Kalau sekolah negeri, itu sudah pasti gratis. Tapi untuk swasta, sampai sekarang kami belum menerima juknisnya. Jadi belum jelas mekanismenya seperti apa,” terang Ibnul.
Potensi tantangan dalam penerapan kebijakan ini, khususnya bagi sekolah swasta sangat besar, terutama yang telah memiliki sistem dan nama tersendiri.
“Kalau sekolah swasta yang sudah besar, tentu harus ada penyesuaian. Jangan sampai ada tumpang tindih antara kebijakan pusat dan realita di lapangan,” tukasnya.(shn/smr)