SEPUTARAN.ID, BANJARMASIN – Masih banyak angkutan bertonase besar bebas berseliweran di jalan-jalan dalam kota. Masalah itu dibahas dalam rapat pembahasan Raperda tentang Penyelenggaraan Transportasi, Selasa (3/9/2024).
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda tentang Penyelenggaraan Transportasi, Afrizaldi mengatakan, pelanggaran kendaraan bertonase berat di jalan perkotaan sering terjadi.
Harus ada solusi yang tepat dan cepat. Karena tidak semua jalan dibuat untuk dapat dilintasi kendaraan dengan tonase besar.
“Jika terjadi pembiaran, kita tidak bisa melakukan eksekusi dan masalah tersebut terus berlanjut,” ujarnya.
Menurut Wakil Ketua Komisi III DPRD Banjarmasin itu, jika terjadi masalah, masyarakat akan menyalahkan pemko.
“Klasifikasi jalan ada kewenangan kota, provinsi dan pusat, tapi masyarakat tak mau tahu ranah siapa. Karena terjadi di Banjarmasin ya menjadi tanggung jawab pemko,” pungkas politikus PAN ini.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Banjarmasin, Slamet Begjo mengaku bisa saja melarang truk-truk itu melintas. Tapi ia khawatir akan mengganggu perekonomian.
“Kalau dilarang masuk akan berimbas terhadap perekonomian masyarakat, karena barang yang diangkut adalah logistik,” kata Slamet seusai rapat di gedung DPRD Banjarmasin.
Saat ini, Dishub berpegang pada Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 8 Tahun 2022. Di situ diatur, truk angkutan dilarang melintas di jalan dalam kota sejak pukul 06.00 sampai 09.00 Wita.
Dilanjutkan pukul 16.00 sampai 20.00 Wita, terkecuali truk pengangkut BBM dan gas elpiji.
untuk kontainer 40 feet dan truk tempel pengangkut alat berat dilarang keluar masuk kota sejak pukul 06.00 sampai 21.00 Wita.
“Semaksimal mungkin kami memanajemen operasional keluar dan masuk kendaraan saja. Supaya semuanya tetap bisa berjalan,” klaimnya.
Dishub lantas mengusulkan peningkatan kualitas jalan. Agar tidak cepat rusak dan berlubang jika dilalui kendaraan dengan tonase berat.
“Masalahnya kualitas jalan di Banjarmasin hanya masuk kategori jalan kelas III,” terang dia.
Slamet juga menyarankan pemasangan rambu kelas jalan. Guna memudahkan petugas menindak ketika terjadi pelanggaran. Misalnya masuk kewenangan kota, provinsi, atau pusat.
Selama ini truk besar yang seharusnya beroperasi di jalan kelas I dan II justru sering melintas di jalan kelas III.
Padahal dalam ketentuan, jalan kelas I adalah jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton. Jalan kelas II muatan sumbu terberat yang diizinkan hanya 10 ton. Sedangkan jalan kelas III muatan sumbu terberat yang diizinkan hanya 8 ton.
“Apabila ada rambu kelas jalan, jika terjadi pelanggaran kita bisa segera komunikasikan ke provinsi atau ke kementerian,” tuntasnya. (sna/smr)