SEPUTARAN.ID, BANJARMASIN – Pemeriksaan dugaan rekayasa laporan anggaran di Dinas Koperasi, UMKM, dan Tenaga Kerja (Diskopumker) Banjarmasin terus bergulir.
Saat ini, kasus tersebut berada di tangan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).
Diungkapkan, Kepala Inspektorat Kota Banjarmasin Dolly Syahbana, kasus dugaan itu muncul dari program Whistleblowing System (WBS), karena WBS dianggap dapat menampung keluhan dan laporan masyarakat maupun pegawai dugaan pelanggaran korupsi.
“Selama dua tahun terakhir ini pihak kita gencar mensosialisasikan program WBS. Dari situ membuahkan hasil adanya laporan yang masuk termasuk yang lagi viral ini dugaan rekayasa laporan anggaran di Diskopumker,” tuturnya, saat jumpa awak media di Kantor Inspektorat, Kamis (10/7/2025) sore.
Dolly mengungkapkan, pihaknya telah lama menelusurinya dari Februari sampai Juni terakhir.
“Penelusuran itu tidak mudah. Karena laporan keuangannya itu bagus dan segala macam, ketika ada pengaduan melalui WBS ini, lalu menelusurinya,” jelasnya.
Pihak inspektorat pun mendalami modus, cara dan lainnya. Hingga akhirnya ditemui ada banyak kelemahan dalam sistem pengelolaan keuangan.
“Kemudahan melakukan transaksi secara double accounting, yakni catatan keuangan ganda. Isunya kan mark up harga, penggelembungan anggaran dan segala macam. Setelah ditelusuri tidak didapatkan hal itu,” bebernya.
Dolly membenarkan, dugaan melakukan double accounting atau ganda penginputan Surat Pertanggungjawaban (SPJ). Sehingga terjadi selisih yang banyak terhadap laporan keuangannya.
Ia menyebut, dugaan rekayasa anggaran itu ditangangi BPK, karena dianggap sebagai pelanggaran dan instruksi Undang-Undang Perbendaharaan merupakan kewenangan BPK.
“Jadi kami fungsinya hanya membantu menelusuri dan pengawasan internal karena merupakan bagian dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) lingkup Pemerintah Kota (Pemko),” jelasnya Dolly.
Maka dari itu menelusuri pada 2023,2024 hingga 2025 hasilnya menemukan beberapa data yang diserahkan ke BPK.
“Saat ini pihak kita masih menunggu keputusan BPK mengenai jumlah kerugian, mekanisme kekurangan bayar dan berapa jumlah ditetapkan BPK kasus ini,” katanya.
Sementara itu, Inspektur Pembantu Khusus di Inspektorat Banjarmasin Rabiatul Adawiyah menuturkan, kasus ini bermula dari WBS, yang merupakan sarana Pemko di bawah naungan BPK, bila ada menyangkut terjadi selisih keuangan atau ada potensi penyalahgunaan.
“Tim Inspektorat ini selaku APIP potensinya kita itu sebagai penjamin mutu atau fatalisator,” ucapnya.
Pun demikian, laporan itu tidak mesti lewat Aparat Penegak Hukum (APH). “Di Inspektorat bisa, di sini kita menerapkan peran kalau ada Aparatur Sipil Negara (ASN) di dalam terbuka melaporkan ada indikasi penyalahgunaan korupsi,” jelasnya.
Menurut dia, WBS juga tahap awal melakukan pencegahan. “Jadi jangan sampai sudah terjadi baru dilaporkan. Kalau memang ada terlihat potensi ayo dilaporkan ke inspektorat, soalnya dua tahun
gencar mensosialisasikan kampanye antikorupsi biar jelas dan paham bahwa ada WBS,” pintanya.
Rabiatul mengungkapkan, sekarang kasus ini dalam tahap audit di BPK RI yang bakal ditetapkan kekurangan harus dibayarkan oleh Bendahara ini.
“Jadi tinggal menunggu itu, bukan berarti si pelaku tidak dihukum dan fokus kita berapa total perlu dikembalikan atau diganti,” tuturnya.
Ia menyatakan, upaya mengembalikan uang itu seutuhnya, setelah itu baru dihukum dan tanggung jawab dilakukan.
“Paling condong potensinya dugaan rekayasa laporan itu, lebih ke pemeliharaan bukan berarti hak orang lain dipakai itu tidak. Jadi terjadi selisih di sana,” tukasnya. (shn/smr)