SEPUTARAN.ID, BANJARMASIN – Ombudsman Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) menilai penggalangan dana pendidikan yang dilaksanakan oleh komite sekolah bersifat mengikat dengan jangka waktu yang ditentukan.
Kepala Perwakilan Ombudsman Kalsel Hadi Rahman mengatakan, dalam penyelenggaraan pendidikan, komite sekolah mengambil peranan untuk penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya.
“Namun berdasarkan laporan-laporan berulang yang disampaikan masyarakat ke Ombudsman Kalsel, penggalangan dana pendidikan oleh komite sekolah di bawah Dinas Pendidikan Kalsel dan Komite Madrasah di bawah Kantor Wilayah Kementerian Agama Kalsel, bersifat mengikat dengan jangka waktu yang ditentukan,” ujarnya saat Diseminasi Kajian Tematik Ombudsman Kalsel yang juga dihadiri oleh perwakilan sekolah dan madrasah di Kalsel Selasa, (17/12/2024).
Ia melanjutkan, mengikat dengan konsekuensi salah satunya penahanan pada ijazah bagi siswa yang tidak melunasi sumbangan. Dilunasi misalnya saat kenaikan jenjang kelas atau saat kelulusan, sebagai prasyarat pengambilan ijazah.
Artinya, tegas dia, dalam pelaksanaan penggalangan dana melalui sumbangan pendidikan tersebut, terkategori sebagai pungutan, yakni penarikan uang oleh komite dan sekolah kepada peserta didik, orang tua/wali murid yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
“Hal dimaksud juga tidak sesuai dengan definisi sumbangan yang seharusnya bersifat sukarela dan tidak mengikat sebagaimana Pasal 1 angka 4 Permenag Nomor 16 Tahun 2020 tentang Komite Madrasah,” jelasnya.
Mencermati permasalahan tersebut, Ombudsman Kalsel telah melaksanakan serangkaian kegiatan kajian, mulai tahap deteksi, analisis hingga menghasilkan beberapa saran terkait pencegahan permintaan sumbangan yang terkategori pungutan.
Pertama, Ombudsman Kalsel menyarankan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kalsel sebagai pembina institusi pendidikan (SMA/SMK) untuk melakukan penegasan mengenai batasan permintaan partisipasi pendanaan pendidikan dari masyarakat dalam bentuk sumbangan, agar tidak terindikasi pada pungutan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selain itu, Disdikbud Kalsel perlu mengupayakan peningkatan dana bantuan operasional sekolah daerah yang berasal dari APDB kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel.
Kedua, Ombudsman Kalsel menyarankan kepada Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Kalsel sebagai pembina institusi pendidikan, agar kepada seluruh satuan pendidikan/madrasah di bawahnya (khususnya Madrasah Aliyah) diminta segera menyerahkan seluruh ijazah siswa yang masih tertahan/ada di sekolah kepada orang tua/siswa bersangkutan, terutama atas alasan ketidakmampuan dalam membayar tunggakan sumbangan komite, serta menginventarisir jumlah ijazah yang belum diambil oleh peserta didik madrasah dan melaporkannya ke Kanwil Kementerian Agama Kalsel.
Selain itu, Kanwil Kementerian Agama Kalsel perlu mengupayakan penyediaan alokasi bantuan operasional sekolah/madrasah kepada Pemprov Kalsel.
Atas saran-saran kajian yang disampaikan Ombudsman Kalsel, pihak Disdikbud Kalsel maupun Kanwil Kemenag Kalsel selaku penerima saran menyampaikan komitmen kuat untuk melaksanakan sepenuhnya dan sudah menindaklanjuti saran-saran tersebut.
“Diharapkan kedepannya penyelenggaraan layanan pendidikan tidak lagi terganggu dengan adanya praktik-praktik sumbangan terindikasi pungutan di sekolah atau madrasah,” tukasnya. (rilis/smr)