SEPUTARAN.ID, BANJARMASIN – Prevalansi angka stunting di Banjarmasin pada 2023 mengalami kenaikan dibanding 2022 lalu.
Kenaikan itu dari penilaian terbaru yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023 yang dikeluarkan baru-baru ini.
Berdasarkan itu, data prevalansi stunting di Banjarmasin naik sebesar 4,1 persen dari 22,4 persen di 2022 menjadi 26,5 persen pada 2023.
Sekretaris Tim Percepatan Penurunan Stunting Banjarmasin Helfiannor mengatakan, kenaikan angka ini dikarenakan perubahan indikator penilaian yang dilakukan.
Menurutnya, pada 2022 lalu, memakai Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), sedangkan di 2023 menggunakan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) yang memiliki cakupan indikator yang lebih luas.
Ia tak menyangka prevalansi stunting naik di Banjarmasin. Padahal pihaknya telah melakukan berbagai upaya dalam penanganan stunting di Banjarmasin.
Baik itu penanganan spesifik, kepada anak kasus stunting langsung, hingga penanganan sensitifnya dengan bantuan berbagai dinas atau SKPD lintas sektor yang melakukan intervensi.
“Seperti air bersih, jamban (WC), ketahanan pangan, jaminan kesehatan dan lainnya,” ujar Helfi, saat ditemui awak media di kantornya, Senin (29/4/2024).
Namun begitu, ia tidak mempermasalahkan hal tersebut, karena dirasanya penanganan pengentasan stunting di Banjarmasin sudah berjalan maksimal.
“Sebagai contoh, data keluarga berisiko stunting yang tidak memiliki jamban atau air bersih di Banjarmasin mengalami penurunan,” ucapnya.
Kemudian data tidak memiliki akses air bersih di 2023 mengalami penurunan menjadi 384 kepala keluarga dari sebelumnya 506 kepala keluarga di 2022.
Lalu, untuk yang tidak memiliki WC dari 12.335 kepala keluarga di 2022 turun menjadi 12.010 di 2023.
“Hasil ini dirasa sudah lumayan dari kinerja dilakukan, mengingat beberapa hal tersebut tidak mudah untuk melakukan intervensi langsung,” jelasnya.
Selain itu, kata dia, berdasarkan pernyataan Kepala BKBBN Hasto Wardoyo, data SKI hasil survei prevalansi stunting masih harus dipadupadankan dengan data Aplikasi Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM).
Jadi dia tidak menyatakan secara langsung bahwa data SKI itu valid, karena memang harus dipadupadankan.
Yang mana data EPPGBM itu sendiri, adalah data real penimbangan pengukuran Balita Banjarmasin di Posyandu. Dengan target sendiri agar EPPGBM ini bisa mencapai 100 persen.
Untuk Banjarmasin di 2023, dari target sasaran pengukuran sebanyak 52.600 balita sudah tercapai 86 persen. Tinggal tersisa 14 persen, dan diharapkan pada 2024 ini bisa tercapai.
“Bisa jadi apabila hasil angka SKI ini disandingkan dengan data EPPGBM, sesuai pernyataan tadi. Angka stunting kita bisa menjadi lebih rendah,” sebutnya.
Lebih lanjut, dengan adanya perbedaan indikator penilaian yang dilakukan Pemerintah Pusat dalam melakukan penilaian pada angka stunting.
Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin ke depannya akan lebih memperkuat capaian indikator baru yang menjadi penilaian, untuk menurunkan prevalansi angka stunting di Banjarmasin.
Yang pasti, kata dia, selain pada penanganan spesifik di kasus anak stunting, pihaknya juga akan mulai konsen di penanganan sensitifnya.
Terkait dengan perubahan cakupan indikator penilaian ini tentunya akan membuat pembebanan anggaran semakin banyak.
“Dalam hal ini, bisa saja akan ada pembahasan lain terkait hal tersebut, Kalau untuk kami akan tetap mengandalkan dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan dari dana yang sudah ada,” tukasnya. (shn/smr)