SEPUTARAN.ID, BANJARMASIN – Dewasa ini, warga mudah tergiur investasi dengan untung besar. Namun, tidak memperhatikan risiko dan keamanan dari investasi yang diikuti.
Seperti ikut arisan dengan untung 20 persen, akhirnya malah terjebak penipuan.
Nah, tak mau nasabahnya atau warga secara umum menjadi korban investasi bodong, Bank Kasel menggelar obrolan santai mengangkat tema Menjadi Milenial yang Cerdas Berinvestasi dengan dipandu host Hilary Ligina dan Muhammad Mustakim.
Kepala Sub Bagian EPK (Edukasi Perlindungan Konsumen) Kantor OJK (Otoritas Jasa Keuangan) Regional 9 Banjarmasin Andika Prassetia menyebut, ada dua hal yang memicu masyarakat mau berinvetasi tanpa berpikir panjang.
Pertama adalah karena latah atau ikut-ikutan. Apalagi invetasi ilegal itu ada di-influencer atau dipromosikan oleh selebgram.
“Generasi milenial lebih dominan cari referensi berbagai hal dari media sosial, jadi apa yang ada di media sosial mudah memengaruhi dan seolah menjadi sebuah kebenaran, padahal harus kita cek ricek dulu,” ingat saat hadir pada acara Obligasi (Obrolan Lintas Generasi) session lima yang disiarkan live melalui Instagram Bank Kalsel tersebut.
Pemicu kedua adalah nafsu ingin dapat banyak dalam tempo cepat atau serakah. Padahal tidak ada invetasi yang untung cepat dengan nilai besar dan bebas risiko.
“Prinsip yang selalu berlaku adalah high risk high return atau usaha yang untungnya besar pasti risikonya juga besar,” jelas Andika.
Andika mengungkapkan, mendeteksi legalitas invetasi, ada tips 2L yaitu Legal dan Logis.
Legal itu resmi ada izin dari regulator terkait. Logis itu berarti keuntungan dan risikonya masuk akal.
“Memang banyak investasi yang menunjukan legalitas berupa Akta Pendirian Perusahaan dengan SK HAM, TDP (Tanda Daftar Perusahaan), SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan), tapi itu belum cukup. Mesti cek dulu apakah ada izin dari regulator terkait. Misal terkait investasi apakah ada izin OJK atau koperasi apakah ada izin dari dinas koperasi?” terang Andika.
Konfirmasi ke pihak terkait sangatlah penting. Sebab itu OJK membuka layanan via telepon 157 atau WA 081157157157 sesuai jam kerja. Silakan lapor atau cek jika menemukan atau ditawari invetasi.
Andika menyarakan, invetasi yang bisa dilakukan agar aman, yakni invetasi fisik yaitu beli properti, beli emas, beli perhiasan.
Setiap invetasi itu ada risiko namun skalanya ada risiko rendah, menengah dan tinggi. Invetasi yang minimal risikonya adalah deposito bank, apalagi sudah dijamin LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), jadi jika bank tersebut tutup atau dilikuidasi maka uang kita tetap aman dan diganti oleh LPS.
Investasi yang paling tinggi risikonya adalah saham karena pergerakannya cepat dan secara harian. Namun pasar modal di Indonesia tergolong banyak dilirik investor, sehingga tinggal menganalisa dan memilih saham yang prospektif.
Kemudian jika ingin berinvestasi yang legal maka gunakan uang yang aman. Artinya bukan uang untuk kebutuhan rutinitas tapi uang yang memang tidak digunakan apapun atau dana bebas. Dengan begitu kalaupun ada risiko, maka ekonomi rumah tangga tidak terganggu.
Menurut Andika, investasi ilegal sekarang trennya lagi naik. Data OJK jumlah kerugian akibat invetasi ilegal itu totalnya Rp114 triliun.
“Angka itu diakumulasi dari seluruh kasus di Indonesia sejak 2010 hingga sekarang, baik kasus di perkotaaan maupun perdesaaan,” bebernya.
Sebenarnya, kasus investasi ilegal di Indonesia dimulai sejak 1950.Namun baru dipetakan oleh OJK sejak 2010. Jadi bisa dibayangkan betapa besar kerugian kalau ada datanya sejak era 50-an tersebut.
Berdasar kasus-kasus invetasi ilegal yang terjadi, OJK melakukan analisa, apa penyebab masyarakat bisa terjebak. Ternyata tingkat literasi atau pengetahuan masyarakat tentang keuangan sangat rendah.
“Survey kami lakukan sejak 2019, diketahui bahwa hanya 38 persen masyarakat yang paham tentang keuangan. Jadi sebanyak 62 persen masyarakat ternyata tidak paham. Nah, mereka inilah target empuk dari para pelaku investasi ilegal,” papar Andika.
Uniknya pula, mereka yang mengerti keuangan juga masih ada yang bisa terjebak. Apalagi yang tidak paham tadi. (adv/smr)