SEPUTARAN.ID, BANJARMASIN – Hingga Agustus 2025 tercatat ada 139 kasus HIV/AIDS baru di Banjarmasin. Angka ini memang lebih rendah dibandingkan 2024 yang mencapai 291 kasus.
Meski demikian, Dinas Kesehatan (Dinkes) Banjarmasin tak ingin lengah dan terus melakukan upaya pencegahan.
Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Banjarmasin drg Emma Ariesnawati menuturkan, pihaknya justru semakin agresif melakukan langkah pencegahan. “Target kita pada 2025 ini ada 21.478 orang berisiko yang harus menjalani tes HIV/AIDS,” ujarnya.
Meski menilai penurunan kasus memang positif, tapi ia merasa tantangan di lapangan masih besar.
Dikatakannya, kelompok usia 25–40 tahun masih mendominasi penderita baru. Faktor utamanya lantaran perilaku seksual berisiko, terutama hubungan seksual di luar nikah tanpa penggunaan kondom.
Ditambah stigma dan diskriminasi orang jadi takut memeriksa diri. Padahal, semakin cepat diketahui dan semakin mudah ditangani.
Untuk menekan laju penularan, pihaknya sudah punya strategi yang biasa disingkat STOP (Suluh, Temukan, Obati, Pertahankan). Kemudian, melakukan edukasi, deteksi dini, pengobatan ARV gratis, hingga pendampingan pasien dilakukan agar virus bisa ditekan sampai level terendah.
“Saat ini, layanan tersedia di 7 Puskesmas khusus PDP dan 5 Rumah Sakit (RS) Pemerintah maupun TNI/Polri,” jelasnya.
Bahkan, ada layanan mobile clinic untuk memudahkan masyarakat yang enggan datang ke fasilitas kesehatan (faskes).
Ia menjelaskan, dari APBD, program HIV/Aids sudah memiliki nomenklatur khusus. “Selain itu, kita juga mendapat dukungan dari APBN serta bantuan Global Fund. Semua diarahkan agar ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) bisa tetap mendapat layanan kesehatan secara optimal,” ujarnya.
Baginya, HIV/AIDS bukanlah aib. Mengingat, ODHA tetap manusia biasa yang berhak atas perlindungan hukum, layanan kesehatan, dan dukungan moral.
Justru stigma yang memperburuk. Orang takut tes, akhirnya terlambat tertangani. Dampaknya, kesehatan pribadi terancam dan risiko penularan ke orang lain meningkat.
Tak hanya di level layanan kesehatan, upaya edukasi juga mulai diperluas ke sekolah dan kampus. Materi kesehatan reproduksi yang mencakup bahasan HIV/AIDS diperkenalkan, agar generasi muda lebih paham sejak dini. Beberapa LSM juga ikut ambil peran dalam menyebarkan edukasi.
“Penting dipahami, HIV/Aids bisa dicegah, dideteksi dini dan dengan pengobatan ARV yang tepat, ODHA bisa hidup sehat dan produktif seperti kita semua,” tukasnya. (shn/smr)