Site icon Seputaran.id

Tanggapi Keluhan PPAT, Komisi I DPRD Banjarmasin RDP Bahas Persoalan Pertanahan

RDP Komisi I dan instansi terkait untuk membahas persoalan pertanahan di Banjarmasin. (foto : sna/seputaran)

SEPUTARAN.ID, BANJARMASIN – Menanggapi keluhan para Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terkait sejumlah persoalan pertanahan yang dinilai berpotensi menimbulkan konflik di tengah masyarakat, Komisi I DPRD Banjarmasin menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama instansi terkait.

RDP yang digelar di ruang rapat utama DPRD Banjarmasin itu, dihadiri perwakilan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT), Ikatan Notaris Indonesia (INI), Kantor Pertanahan Banjarmasin, camat dan lurah se-Banjarmasin, serta instansi teknis lainnya seperti DPMPTSP dan Dinas Dukcapil.

Ketua Komisi I DPRD Banjarmasin, Aliansyah mengatakan, RDP ini penting dilakukan karena banyak permasalahan pertanahan yang kini terjadi di Banjarmasin, mulai dari batas wilayah hingga tumpang tindih data administrasi. “Persoalan pertanahan ini bukan hanya menyangkut administrasi, tapi juga hak dan kepemilikan masyarakat. Kalau tidak segera diatasi, bisa memicu konflik horizontal,” ujarnya.

Dalam RDP itu, Ketua IPPAT Banjarmasin Ina Marsina mengungkapkan, dua hal utama yang menjadi sorotan pihaknya. Pertama, perbedaan aturan dan tafsir antarinstansi dalam pengurusan sertifikat tanah. Kedua, kendala dalam penataan batas tanah, terutama saat beralih dari sertifikat analog ke elektronik.

“Di lapangan sering terjadi ketidaksesuaian nama antara dokumen pertanahan dengan identitas kependudukan, dan ini jadi penghambat. Apalagi kalau ada perbedaan data, solusinya tidak selalu tersedia,” jelas Ina.

Ia juga menyoroti, proses penataan batas yang mensyaratkan tanda tangan semua pemilik tanah yang berbatasan langsung. “Kalau ada yang menolak atau tidak bisa ditemui, bagaimana prosesnya bisa berjalan? Harus ada solusi yang adaptif, bukan kaku pada aturan,” tegasnya.

Menanggapi hal itu, Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Kantor Pertanahan Banjarmasin, Aang Mandayana menyatakan, perbedaan data nama harus diselesaikan sesuai ketentuan hukum administrasi. Jika tunduk pada hukum adat, bisa menggunakan surat pernyataan perubahan nama yang diketahui lurah dan camat.

Terkait penataan batas, Aang menegaskan bahwa pengukuran ulang akan dilakukan jika ditemukan perubahan spasial atau pergeseran batas tanah. “Ini jadi syarat sebelum proses alih media ke sertifikat elektronik bisa dilakukan,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Selatan, Hadi Rahman, mengingatkan agar semua pihak tidak terlalu kaku dalam menafsirkan aturan. “Jika semua instansi berpegang pada dasar hukum masing-masing tanpa koordinasi, justru pelayanan publik bisa mandek. Peraturan yang ada sekarang bisa dikaji ulang. Tidak ada aturan yang berlaku selamanya,” tegasnya.

Hadi juga menyarankan, agar kebijakan BPN khususnya Peraturan Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan bisa direview, bahkan bila perlu disampaikan ke level kementerian.

Sebagai tindak lanjut, Ketua Komisi I DPRD Banjarmasin, Aliansyah, memastikan pihaknya akan segera mengagendakan konsultasi langsung ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR). “Kami ingin persoalan ini tidak berlarut-larut. Ini soal hak masyarakat. Kalau dibiarkan, bisa menumpuk dan jadi bom waktu sengketa,” katanya.

Aliansyah juga menambahkan bahwa meski belum ada keputusan final dalam RDP tersebut, sudah tercapai kesepahaman awal antarinstansi untuk saling bersinergi. “Setiap instansi memang punya dasar hukum sendiri. Tapi di lapangan, masyarakat butuh kepastian dan kejelasan. Maka koordinasi dan harmonisasi aturan jadi sangat penting,” pungkasnya. (sna/smr)