Site icon Seputaran.id

Lokus Penanganan Kasus Stunting di Banjarmasin Bertambah Menjadi 22 Titik

Kepala Dinas Pengendalian, Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat (DPPKBPM) Banjarmasin Helfian Noor. (foto : shn/seputaran)

SEPUTARAN.ID, BANJARMASIN – Lokus penanganan stunting di Banjarmasin bertambah, dari 14 sasaran menjadi 22 titik.

Alasan lokus penanganan stunting bertambah, yakni ingin mengejar target penurunan angka stunting hingga 14 persen di 2024 dan pencegahan menjadi lebih terukur berdasarkan data-data yang ada didapatkan di lapangan.

“Artinya lokus penanganan stunting bertambah 8 sasaran,” ucap Kepala Dinas Pengendalian, Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat (DPPKBPM) Banjarmasin Helfian Noor.

Adapun delapan lokus baru yang menjadi sasaran penanganan stunting, yakni di Kelurahan Kelayan Selatan, Mawar, Kuripan, Pekapuran Raya, Sungai Baru, Sungai Lulut, Sungai Jingah dan Pangeran.

Sementara itu 14 lokus prioritas penanganan stunting sebelumnya, yaitu Kelurahan Teluk Dalam, Mantuil, Gadang, Pekapuran Laut,  Kelayan Barat,  Pemurus Dalam, Murung Raya, Pekauman, Tanjung Pagar, Antasan Kecil Timur, Kuin Cerucuk, Telaga Biru, Banua Anyar dan Sungai Bilu.

Ia melanjutkan, dalam upaya penanganan stunting pihaknya telah melakukan berbagai upaya pencegahan sedini mungkin.

“Salah satunya adalah dengan Tim Pendamping Keluarga. Tugas tim pendamping keluarga itu melakukan pendampingan kepada calon pengantin yang akan menikah hingga mempunyai anak,” katanya.

“Mereka lapor dan mengisi data di aplikasi Elsimil (Elektronik Siap Nikah dan Hamil). Dari aplikasi itu lebih efektif kita lakukan pemantauan,” imbuhnya.

Helfian Noor mengatakan, untuk saat ini kasus stunting paling banyak ada di Kelurahan Mantuil dan Teluk Dalam.

“Faktornya karena kondisi ekonomi, pola asuh dan penyakit kronis diakibatkan oleh rokok. Itu mempengaruhi tubuh menyerap makanan yang masuk, hal itu berdasarkan dari audit kasus stunting yang dilakukan,” ujarnya.

Menurutnya, kebiasaan merokok, beresiko menyebabkan stunting di lingkungan keluarga, mengingat perokok aktif membuat keluarganya menjadi perokok pasif.

“Meskipun sudah ada aturan maupun larangan merokok. Namun untuk di kawasan miskin hal tersebut masih tabu. Beda halnya di kawasan perkotaan yang memang larangan tersebut bisa berjalan efektif. Melihat itu, tentu perlu upaya masif yang harus dilakukan agar kebiasaan merokok dalam lingkungan rumah dapat diatasi,” tukasnya. (shn/smr)