Site icon Seputaran.id

Dolar AS dan Keuangan Global Sebabkan Mata Uang Melemah, Begini Langkah BI Kuatkan Nilai Tukar Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo

SEPUTARAN.ID, BANJARMASIN – Kuatnya dolar AS (Amerika Serikat) dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, memberikan tekanan pelemahan nilai tukar hampir seluruh mata uang dunia, termasuk nilai tukar rupiah.

Namun indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) tercatat 106,28 pada 16 November 2022 atau mengalami penguatan sebesar 11,09 persen (ytd) selama 2022.

Sementara itu, dengan langkah-langkah stabilisasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia, (BI), nilai tukar rupiah sampai dengan 16 November 2022 terdepresiasi 8,65 persen (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021.

Depresiasi nilai tukar rupiah tersebut relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara lain di kawasan, seperti Korea Selatan 10,30 persen (ytd) dan Filipina 11,10 persen (ytd). Tepatnya saat ini berada di kisaran Rp15.600 per dolar AS.

Menyikapi itu, berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 16-17 November 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 5,25 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,50 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 6,00 persen.

Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini masih tinggi dan memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 3,0±1 persen lebih awal, yaitu ke paruh pertama 2023.

“Serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat kuatnya mata uang dolar AS dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat,” ujarnya dalam siaran pers yang didapat seputaran.id.

Bagi Perry, memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah dengan tetap berada di pasar sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi, terutama imported inflation, melalui intervensi di pasar valas baik melalui transaksi spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

Selain itu, melanjutkan penjualan atau pembelian SBN di pasar sekunder untuk memperkuat transmisi kenaikan BI7DRR dalam meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN bagi masuknya investor portofolio asing guna memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah.

Ia menjelaskan, sangat kuatnya dolar AS didorong oleh pengetatan kebijakan moneter yang agresif di AS dan penarikan modal dari berbagai negara ke AS, di tengah melemahnya ekonomi dan tingginya inflasi di Eropa.

“Kemudian pada saat bersamaan, tingginya ketidakpastian pasar keuangan global berlanjut,” ujarnya.

Ke depan, kata dia, BI terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya, untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan stabilitas makroekonomi.

Sementara itu, hingga Oktober 2022 nilai transaksi uang elektronik (UE) tumbuh 20,19 persen (yoy) mencapai Rp35,1 triliun dan nilai transaksi digital banking meningkat 38,38 persen (yoy) menjadi Rp5.184,1 triliun, sejalan dengan normalisasi mobilitas masyarakat.

Sedangkan nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit mengalami peningkatan 23,52 persen (yoy) menjadi Rp691,6 triliun. Di sisi lain, jumlah uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada Oktober 2022 meningkat 6,04 persen (yoy) mencapai Rp905,9 triliun.

“BI terus memastikan ketersediaan uang Rupiah dengan kualitas yang terjaga di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” tukasnya.  (smr)