Site icon Seputaran.id

Audensi dengan Komisi IV, Yayasan Daksa Banua Keluhkan Sarana Prasana Disabilitas

Audensi Yayasan Daksa Banua dengan Komisi IV DPRD Banjarmasin. (foto : sna/seputaran)

SEPUTARAN.ID, BANJARMASIN – Komisi IV DPRD Banjarmasin menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan mengundang beberapa instansi terkait atau mitra kerja, usai menerima surat permohonan audiensi dari Yayasan Daksa Banua, Jum’at (1/11/2024).

RDP ini turut dihadiri Ketua Yayasan Daksa Banua, beberapa orang pengurus, anak-anak berkebutuhan khusus, baik sedang maupun berat, juga dihadirkan dalam pertemuan yang dipimpin langsung Ketua Komisi IV DPRD Banjarmasin Hj Neli Listriani.

Dalam RDP itu, Neli Listriani menyatakan, perlunya koordinasi lintas instansi untuk mengatasi masalah disabilitas yang kompleks ini.

“Permasalahan disabilitas ini kompleks, tidak bisa hanya ditangani satu dinas saja, tetapi juga memerlukan keterlibatan dari dinas-dinas lainnya,” katanya.

Di samping itu, Perwakilan penyandang disabilitas dari Yayasan Daksa Banua menyampaikan sejumlah keluhan terkait pemenuhan hak disabilitas yang dinilai masih belum optimal.

Meski Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Perda Nomor 3 Tahun 2022 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas telah diterbitkan, pelaksanaannya di lapangan dinilai masih kurang.

Wawan Kurniawan menyampaikan, komunitas disabilitas masih kebingungan dalam berkoordinasi mengenai kebutuhan khusus penyandang disabilitas sedang dan berat di Banjarmasin.

“Kami bingung harus koordinasi kemana terkait penanganan disabilitas sedang dan berat, baik dari segi kewenangan maupun regulasi. Karena itulah kami datang ke dewan,” ujar Wawan seusai pertemuan.

Ia juga menyoroti, masalah pendidikan sebagai salah satu aspek yang belum terpenuhi dengan baik. Meski Pemko Banjarmasin memiliki Sekolah Luar Biasa (SLB), fasilitas tersebut belum memadai bagi kebutuhan khusus kaum disabilitas sedang dan berat.

Menurutnya, Banjarmasin masih memerlukan sekolah khusus dengan pendidik dan pendamping yang memiliki keahlian khusus dalam menangani disabilitas berat.

“Kami kesulitan mencari sekolah yang sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas sedang dan berat,” tambahnya.

Selain itu, Wawan juga menyoroti minimnya infrastruktur yang ramah disabilitas dan terbatasnya akses pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik serta keahlian penyandang disabilitas. (sna/smr)